Sabtu, 24 Desember 2011

Rabu, 21 Juli 2010

Budidaya Jamur Tiram

Mudah Diterapkan untuk Pemula

Banyak menu makanan yang menggunakan jamur sebagai bahan dasar utamanya. Rasanya yang mirip daging ayam ini, jadi alternatif konsumsi kebanyakan vegan (sebutan bagi vegetarian). Cita rasa khas inilah, membuatnya banyak dicari dan tentu berdampak pada peluang ekonomi.

Tak sedikit orang yang tertarik untuk membudidayakan jamur tiram ini sebagai alternatif peluang usaha cukup menjanjikan. Pasalnya, jamur ini merupakan salah satu jenis komoditi produk konsumsi yang memiliki pangsa pasar luas. Artinya, hampir di semua negara menjadikannya sebagai alternatif konsumsi sehat, termasuk Indonesia.

“Namun disayangkan, pasarnya masih terbatas. Jangankan untuk pasar luar negeri, untuk memenuhi pasokan lokal saja masih kekurangan,” kata Pembudidaya Jamur Tiram di Malang, Edgar Wbisono.

Dari sini menunjukkan, kalau kebutuhan pasar jamur tiram masih mendapat prioritas di kalangan konsumen. Harganya pun tergolong masih menunjukkan nilai tinggi, yaitu Rp 12.500 per 300 gram untuk ukuran pasar tradisional. Sedangkan harga untuk kelas supermarket lebih tinggi, yaitu Rp 22 ribu per 300 gram. Demikian halnya dengan permintaan pasar jamur tiram yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Bagi Anda yang berminat untuk turut meramaikan pasar jamur tiram, bukan tak mungkin dapat melakukan proses budidaya. Masih awam dan belum mengenal budidaya jamur tiram, bukan jadi kendala. Sebab, prosesnya tergolong cukup mudah dan efektif dilakukan bagi Anda yang pemula sekalipun. Ingin tahu kiat budidaya jamur kayu satu ini?

Kenali Fisiologisnya
Diantara banyak jenis jamur, jamur tiram ini termasuk dalam kategori tanaman konsumsi.
Ciri yang khas ada pada tudungnya berwarna hitam lembayung sampai kecoklatan. Bentuknya menyerupai kulit kerang dengan diameter 6-14 cm. Selain itu, tekstur permukaan tudung licin dan mengkilap. Demikian juga bilahnya berwarna putih, krem atau putih gading yang tersusun agak rapat.

“Disini terjadi fase perubahan bentuk, yaitu sewaktu muda bilahnya berwarna putih dan semakin tua jadi krem kekuningan dengan ukuran sekitar 1-3 cm. Jamur ini hidup baik pada kisaran suhu tinggi sekitar 25-30 °C,” ujar Edgar.

Kontrol Kelembaban Lingkungan
Untuk melakukan budidaya jamur tiram ini, tidak sesulit yang dibayangkan. Hanya masalah perlakuan lingkungan harus diperhatikan benar, dimana pada habitatnya ia lebih menyukai area dataran tinggi sebagai optimalisasi proses pertumbuhan. Itu didukung pula dengan tingkat kelembaban yang jadi sarat hidup mutlak.

Kondisi lembab dan dingin yang sesuai dengan karakter jamur, membuat bentuknya semakin besar. Namun tak perlu berkecil hati, bagi Anda yang tinggal di dataran rendah dan berniat melakukan budidaya jamur tiram. Sebab, ada alternatif yang tetap bisa dilakukan, seperti membuat kondisi lingkungan tempat tinggal jamur (minimal hampir sama) dengan habitat aslinya.

Namun penerapannya pun perlu dilakukan secara ekstra dari perlakuan jamur untuk daerah dingin. Alternatifnya, bisa dengan membuat lingkungan untuk selalu dalam keadaan lembab. Menyiram bagian tanahnya secara rutin, jadi salah satu cara untuk membuat tingkat kelembaban yang cocok. Sedangkan untuk bagian tanaman jamurnya tak perlu disiram, karena hanya faktor lingkungan tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan.

Pemberian ventilasi (sistem sirkulasi) pada rumah jamur, juga jadi aspek pendukung. Maka, banyak pembudidaya jamur yang menerapkan bilik anyaman bambu sebagai rumah jamur. Untuk perputaran udara yang baik, idealnya diberi jendela. Penerapan jendela ini, dilakukan 30 cm dari tanah dan hanya dibuka pada waktu malam hari. Sebab di malam hari, merupakan saat dimana jamur mengalami proses pertumbuhan dan sirkulasi udara yang baik akan membantunya.

Apa Saja yang Harus Diperhatikan?
• Bibit
Untuk budidaya jamur tiram, dapat menggunakan substrat kayu, serbuk gergaji, ampas tebu atau sekam. Namun untuk mempermudah proses ini, banyak perusahaan penyedia bibit jamur yang sudah mengemasnya dalam bentuk bag log. Artinya, bibit sudah tertanam dalam media tanam dan hanya siap untuk masa panen, sehingga hal ini akan mempermudah pembudidaya jamur tiram yang masih tergolong pemula.

• Rumah Jamur
Penyiapan bangunan untuk mendukung proses hidup jamur, dapat porsi cukup penting untuk diperhatikan, dimana bentuk dan ukuran bangunan disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya, penerapan untuk kebutuhan sekitar 500-1.000 buah bag log, diperlukan bangunan dengan ukuran 6mx4mx4m. Bahan yang diperlukan untuk aplikasi rumah jamur berupa tiang, kaso, dan terbuat dari bambu atau kayu yang telah diawetkan.

• Jaga Temperatur
Pemeliharaan sub-start tanam dalam hal ini, harus memperhatikan faktor lingkungan. Selama pertumbuhan bibit (serat atau miselia seperti benang kapas), temperatur diatur antara 28-300C. Sementara untuk pertumbuhan tubuh buah jamur sampai panen, temperatur diatur antara 26-280C.

Selama pertumbuhan bibit dan pertumbuhan tubuh buah, kelembaban udara diatur sekitar 90%. Sebab kalau kurang, maka sub-strat tanam akan mengering. Agar kelembababan terjamin, lantai ruangan sebaiknya disiram air bersih pada pagi dan sore hari.

Masa Panen
“Jamur termasuk jenis tanaman budidaya yang memiliki masa panen cukup cepat. Buahnya dapat dipanen dalam jangka waktu 40 hari setelah pembibitan,” jelas Edgar.

Dengan frekuensi panen yang dilakukan setiap hari, karena pertumbuhan masing-masing tanaman yang bervariatif. Pemanenan jamur bisa dilakukan antara 4-8 kali dan jumlah jamur yang dipanen per musim. Setelah melewati masa panen, sisa pembibitan harus dibuang dan menggantinya dengan bag log bibit baru. Barulah, jamur tiram siap dipasarkan.

Manfaat&Kandungan Jamur Tiram
Jamur ini terkenal dengan rasa lezat dan aromanya tajam seperti merica. kandungan gizinya pun cukup tinggi, yaitu dengan komposisi protein sekitar 10-30%, vitamin C antara 36-58 mg/100 gram. Biasanya sosok jamur tiram ini ada pada menu masakan, seperti nasi goreng jamur dan panggang jamur.

Jamur tiram selain dapat disayur, juga dapat diolah jadi makanan lain. Misalnya kerupuk, keripik atau dengan nama lain tiram crip atau tiram chips. Selain itu, juga populer sebagai masakan sup dan pepes. Banyaknya penggemar jamur tiram, karena terdapatnya banyak kandungan nutrisi di dalamnya yang terdiri atas kadar air (92,2%), lemak (1,1%), karbohidrat total (59,2%), serat (12%), dan nilai energi (261%). [santi]

ANALISIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM
Biaya Kumbung
Bambu (1 unit ) Rp. 200.000
Lembaran Plastik 20 kg Rp. 150.000
Bilik Bambu Rp. 150.000
Tenaga Kerja Rp. 100.000
Lain-lain Rp. 100.000

Biaya Peralatan
Tangki/Sprayer Rp. 125.000
Blower Rp. 150.000
Termometer/Higrometer Rp. 100.000

Bibit Jamur Tiram
Bag Log (bibit Jamur Tiram)
2500x@ Rp. 1.500 Rp. 3.750.000 (+)
Total Biaya Operasional Rp. 4.825.000

Keterangan:
 Dalam masa sekali panen per hari bisa mencapai 10 kg (minimum). Dengan asumsi per bag log bisa menghasilkan 300-400 gram.
 Harga jamur tiram kemasan (per 300 gram) Rp 12.500 (kelas pasar tradisional) dan Rp 22 ribu (kelas supermarket).

Rabu, 18 November 2009

KESWA

KESEHATAN JIWA


KESEHATAN JIWA POSITIF: TUMBUH SUBUR DAN BERKIBAR

Neraka yang dirasakan di alam baka sebagaimana dinyatakan dalam teologi, adalah tidak lebih buruk dibanding neraka yang kita buat bagi diri kita sendiri di dunia ini dengan kebiasaan karakter-karakter kita di jalan yang salah yang kita tunjukkan.
William James (1890)

PENGEMBANGAN POSITIF MENUJU RENTANGAN HIDUP
Para psikolog sudah lama menaruh perhatian terhadap bagaimana manusia tumbuh dan berkembang dalam masa umur hidupnya. Beberapa perspektif awal, bagaimanapun, didasarkan pada satu gambaran dari manusia sebagai reaksi sederhana pada kejadian yang merupakan tanggapan terhadap stimuli. Lebih lanjut, respon-respon ini dilihat sebagai hasil dari pengaruh keadaan di masa lampau yang mengizinkan ruangan kecil untuk aksi bebas. Perspektif-perspektif yang lebih baru dalam perkembangannya berasumsi bahwa kita lebih aktif berperan dalam membentuk pengembangan kita sendiri. Teori-teori yang lebih baru ini berasumsi bahwa sebagai tambahan reaksi terhadap kejadian, manusia dapat juga mengantisipasi perubahan-perubahan masa yang akan datang dan bersiap-siap menghadapi mereka sebelum tantangan hidup berubah menjadi crisis. Menurut perspektif-perspektif ini, orang-orang tidak hanya memonitor kemajuan terhadap sasaran mereka, tetapi juga memperhatikan seberapa realistik sasaran itu bisa untuk memecahkan kenyataan-kenyataan yang ada. Oleh karena itu, perkembangan orang dewasa adalah suatu proses kontinu tentang mengantisipasi masa depan, menilai dan menaksir lagi sasaran, menyesuaikan terhadap kenyataan-kenyataan yang ada, dan mengatur harapan-harapan agar supaya bisa memelihara rasa kesejahteraan dalam menghadap perubahan keadaan.

Keuletan: Penyesuaian yang Sehat Pada Masa kanak-kanak Yang Sulit
Salah satu dari anggapan awal teori-teori dari perkembangan anak adalah bahwa suatu lingkungan keluarga yang miskin yang tidak terelakkan, menggiring ke arah pengembangan kepribadian orang dewasa yang kurang sehat. Baru-baru ini, beberapa studi sudah menemukan kemiskinan pada lingkungan-lingkungan awal tidak serta merta mengakibatkan permasalahan psikologis bagi anak-anak ketika dewasa. Faktanya, apa yang mengejutkan bahwa beberapa anak yang tumbuh dalam rumah-rumah sangat sulit ternyata menghasilkan penyesuaian yang baik ketika dewasa (Anthony, 1987). Studi ini secara relatif konsisten di dalam menemukan suatu kelompok anak-anak yang tumbuh dengan subur kendati latar belakang yang sulit termasuk kemiskinan kronis, pengabaian orangtua, psychopathology orangtua, pelecehan, dan tinggal di tengah kancah peperangan. Bagaimanapun, penemuan ini seharusnya tidak diambil sebagai bukti bahwa lingkungan-lingkungan awal keluarga tidak penting, tetapi sangat penting. Agaknya, penemuan ini menunjukkan fakta bahwa beberapa anak-anak belajar bagaimana caranya melakukan penyesuaian terhadap lingkungan-lingkungan yang sulit dan lebih sedikit dipengaruhi dibanding anak-anak yang lain. Emily Werner (1995) mencatat bahwa peneliti-peneliti harus mencoba menguraikan anak-anak yang luar biasa kendati lingkungan-lingkungan mereka sebagai seorang yang ulet yang mana mereka sepertinya tahu bagaimana caranya memantul balik dari berbagai kesulitan hidup. Ann Masten dan R-G. Reed (2002) mendefinisikan Resilience (gaya pegas) sebagai suatu "Pola dari adaptasi yang positif dalam menghadapi kekurang-baikan yang signifikan atau resiko" (halaman. 75).
N. Garmezy, A. Masten, dan A. Tellegeri (1984) menggambarkan satu anak yang seperti itu, satu anak laki-laki berusia 11 tahun, yang datang dari suatu rumah yang miskin dengan seorang ayah pecandu alkohol, seorang ibu yang kesusahan, dua saudara laki-laki terlibat dalam kejahatan, dan dua saudara kandung yang lain dengan kebutuhan khusus. Dalam rumah ini, kedua orang tua tertekan dan hidup dengan dibayangi perasaan keputusasaan dan ketakberdayaan. Kendati latar belakang seperti ini, prinsip sekolah menggambarkan anak laki-laki ini sebagai seseorang yang baik dengan orang lain dan disukai oleh setiap orang. Anak laki-laki itu adalah seorang atlit yang baik yang memenangkan beberapa piala-piala, dan sopan, cerdas, dan "seorang anak yang baik."
Werner (1995; Werner & Smith, 1992) mengikuti progress dari anak-anak di Hawaii selama lebih 30 tahun dan juga menemukan anak-anak pengecualian yang muncul dari masa kanak-kanak yang sulit. Di dalam studi nya, dia menemukan anak-anak yang seperti itu, sepertiga anak-anak dari latar belakang yang sulit muncul sebagai orang dewasa yang berkompeten dan peduli. Werner (1995) menggambarkan suatu kelompok karakteristik-karakteristik inti yang dia percaya merupakan tipikal dari anak-anak yang ulet melewati berbagai studi-studi. Pertama-tama, mereka mampu menemukan seorang orangtua asuh pengganti. Kemampuan secara emosional melepaskan dari orangtua yang mengganggu hanya langkah yang pertama. Selanjutnya dalam menjauhkan mereka dari hubungan-hubungan yang tak sehat, anak-anak itu sudah harus bisa menemukan orang lain yang bisa memenuhi peran kepedulian dan orangtua yang mendukung. Kemampuan untuk menemukan orangtua pengganti ini mungkin menjadi bagian hasil dari suatu perangai yang "aktif, sayang, ngemong, baik hati, [membuat mereka] mudah untuk berhubungan" (Werner, 1995, p.82). Sering kali, anak-anak yang juga diatur untuk membentuk suatu hubungan erat dengan sedikitnya satu guru yang bertindak sebagai seorang model peran. Kedua, anak-anak mempunyai keahlian sosial dan keahlian berkomunikasi baik dan sedikitnya mempunyai satu teman dekat. Mereka sepertinya juga mempunyai suatu keinginan untuk membantu yang lain dan memelihara orang lain. Ketiga, anak-anak mempunyai saluran-saluran kreatif, aktivitas, atau kegemaran-kegemaran yang mereka bisa berfokus padanya, ketika hidup menjadi lebih sulit lagi. Kemampuan aktivitas ini memberi mereka suatu rasa kebanggaan dan penguasaan. Keempat, anak-anak ini akan mempercayai bahwa bagaimanapun juga hidup harus direncanakan dengan baik. Dengan kata lain, mereka secara wajar optimis, akan mempunyai satu kontrol internal dalam dirinya, dan suatu konsep diri yang positif. Mereka juga mengembangkan gaya dalam hal menghadapi sesuatu masalah yang mengkombinasikan otonomi dengan kemampuan untuk meminta bantuan bila diperlukan. Terakhir, keluarga-keluarga mereka memegang percakapan keyakinan religius yang berarti dalam waktu yang sulit.
Werner (1995) juga menyebutkan bahwa faktor-faktor keluarga yang mendorong ke arah daya kenyal yang berbeda pada anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan. Untuk anak-anak lelaki yang ulet, faktor-faktor yang penting adalah sebuah rumah tangga dengan struktur dan aturan-aturan yang baik, seorang panutan pria, dan dorongan ekspresif secara emosional. Anak-anak perempuan ulet perlu rumah-rumah yang menekankan pengambilan resiko dan kemerdekaan dan juga memberikan dukungan yang dapat dipercaya dari seorang wanita yang lebih tua. Dia mencatat bahwa suatu pengaruh positif yang khusus pada anak-anak perempuan adalah seorang ibu yang dengan mantap bekerja. Werner juga mencatat bahwa "penyangga perlindungan" ini bisa ditemukan pada anak-anak yang ulet dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan etnis, kelas sosial, dan letak geografi.
Salah satu kesimpulan yang lebih membangkitkan minat pada studi ini bahwa anak-anak yang ulet sepertinya aktip terlibat dalam menciptakan atau menemukan lingkungan-lingkungan dan orang-orang yang akan mendukung dan menguatkan kemampuan-kemampuan mereka. Sehingga, ketika rumah-rumah mereka sendiri tidak menyediakan kualitas seperti itu, anak-anak ulet tidak bereaksi secara pasif kepada hal yang merugikan dan pengabaian tersebut. Lebih dari itu, anak-anak ulet mencari-cari apa yang mereka perlukan dan menghindari sebisa mungkin hubungan-hubungan yang tak sehat; Dengan hal yang sama, E. J. Anthony (1987) mengamati tiga ratus anak-anak orang tua yang memiliki penyakit skisofrenia selama dua belas tahun dan menemukan bahwa sekitar 10 persen dari anak-anak itu menyesuaikan diri dengan baik sekali kendati sebagian orang pada lingkungan-lingkungan rumah sangat bertingkah. Berlawanan dengan teori pemasangan, Anthony juga meyakini bahwa anak-anak ini tumbuh subur karena mereka bisa melepaskan diri secara emsional dari orang tua mereka yang berpenyakit skisofrenia.

Generativas: Memelihara dan Memandu Orang Lain
Sebuah pertumbuhan dari riset sudah melihat mutu serupa dengan altruisme (azas mengutamakan orang lain) yang disebut dengan generativas, suatu istilah yang digunakan oleh Erik Erickson (1950) untuk menguraikan keberhasilan resolusi 7 tahap dari teorinya tentang perkembangan psychosocial. Eric Erikson, Joan Erikson, dan Helen Kivnick (1986) mendefinisikan generativas sebagai "tanggung jawab bagi tiap generasi orang dewasa untuk membawa, memelihara, dan memandu orang-orangnya yang akan menggantikan mereka sebagai orang dewasa, seperti mengembangkan dan memelihara institusi masyarakat dan sumber alamnya yang tanpanya generasi-generasi penggantinya tidak akan mampu untuk bertahan hidup" (halaman. 73-74).
Dan McAdams dan para rekan kerja menjadi ujung tombak dari sebagian besar riset yang lebih baru di dalam bidang ini ( McAdams & de St. Aubin, 1998). Secara umum, studi-studi sudah menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari generativas dihubungkan dengan kesejahteraan yang lebih besar (Ackerman, Zuroff, &Moskowitz, 2000). Seperti diprediksi oleh Erikson, generativas juga dihubungkan dengan faktor-faktor yang lain yang dihubungkan dengan meningkatnya kedewasaan atau pertumbuhan pribadi lebih besar. Sebagai contoh, studi-studi sudah menemukan satu asosiasi antara generativas dan pemakaian penalaran moral yang lebih berprinsip, suatu keseimbangan antara perhatian-perhatian individualistis dan komunal, dan suatu peningkatan pentingnya pengurangan egosentris di usia pertengahan (Mansfield &McAdams,1996; Nauta, Brooks, Johnson, Kahana, & Kahana, 1996; Pratt, Norris, Arnold &Filyer, 1999). Dengan kata lain, generativas dihubungkan dengan banyak ciri yang berpusat kepada konsep tentang hidup yang baik di dalam psikologi positif.
Generativas yang lebih besar juga dihubungkan dengan mempunyai lebih banyak pendidikan dan terjadi paling tidak umur pertengahan (lihat McAdams & de St. Aubin, 1998). Bagaimanapun, wanita-wanita cenderung untuk lebih generatif dibanding laki-laki, mungkin karena wanita-wanita cenderung untuk menunjukkan perhatian empati yang lebih.
Dan McAdams, A. Diamond, E. de St. Aubin, dan E. Mansfield (1997) mengusulkan bagaimana generativas mungkin berhubungan dengan kesejahteraan. Mereka menemukan bahwa identitas-identitas orang-orang yang sangat generatif, seperti yang diungkapkan melalui kisah-kisah hidup mereka, sering secara parsial dibangun dengan suatu catatan komitmen. Suatu tema yang umum di dalam cerita jenis ini adalah berbagai kesulitan dalam hidup dihadapi, kemudian menjurus kepada suatu kepekaan yang lebih besar kepada penderitaan orang lain, dan akhirnya, kepada suatu hasil yang positif yang menguntungkan masyarakat. Jadi, bagian dari identitas diri dari orang yang sangat generatif didasarkan pada kisah-kisah hidup pribadi yang menekankan penanggulangan berbagai kesulitan dan, sebagai hasilnya, tumbuh menjadi pemahaman lebih besar, pengenalan jiwa orang lain, dan rasa kasihan terhadap orang lain. Temuan lain yang sangat menarik adalah orang-orang yang sangat generatif tidak pernah mengalami yang kejadian yang lebih positif atau lebih sedikit stress dibandingkan dengan orang-orang yang kurang generatif. Perbedaannya dalam bagaimana kejadian hidup ditafsirkan. Bagi orang-orang generatif, kejadian hidup positif dan negatif dilihat sebagai kejadian yang membantu perkembangan pengenalan jiwa orang lain, rasa kasihan, dan suatu pemahaman yang lebih dalam terhadap orang lain. Sekali lagi, faktor yang penting bukan jumlah atau jenis-jenis dari kejadian yang ditemukan dalam hidup, tetapi bagaimana orang merasakannya atau membuat kejadian-kejadian itu berarti.

Berkibar dan Tumbuh Subur Saat Usia Kita
Paulus Baltes (1993) mengajukan suatu model adaptasi untuk penuaan itu, seperti keuletan, didasarkan pada bagaimana orang-orang menyesuaikan diri dengan keadaan sulit. Baltes menyebut modelnya optimisasi selektif dengan kompensasi. Menurut modelnya, penyesuaian optimal untuk penuaan tercapai dengan diterimanya kapasitas tertentu yang mengalami kemunduran bersamaan dengan usia dan dengan menemukan cara untuk mengganti kerugian-kerugian mereka yang perlu. Dengan melakukan hal ini, seseorang dapat mempertahankan kesenangan optimum dari aktivitas yang memberi suatu perasaan puas. Baltes (1993) menggunakan contoh berikut untuk menggambarkan gagasannya. Pemain piano klasik Arthur Rubinstein tetap memiliki kinerja dalam usia delapan puluhan tahunnya. Sebagai pemalsuan penuaan, Rubinstein secara realistis tidak bisa mengharapkan untuk bermain dengan tingkatan teknis sama seperti ketika ia bisa lakukan masih muda. Oleh karena itu, ia memilih sedikit potongan-potongan untuk melaksanakan, mempraktekkan lebih sering, dan dengan sengaja melambatkan permainannya tepat sebelum ritme yang lebih cepat untuk kompensasi dan memberi kesan bahwa ia sedang memainkan lebih cepat. Strategi ini memungkinkan dia untuk melanjutkan memainkan musik, sebuah aktivitas yang memberinya kepuasan mendalam.
Laura Carstensen (1992, 1995) juga mengajukan suatu teori yang berkait dengan bagaimana orang-orang bisa aktip mengatur aspek dari hidup mereka yang secara emosional sepanjang renang hidupnya. Carstensen memulai dengan mencatat bahwa orang yang lebih tua sering ditemukan untuk secara teratur memotong peluang untuk kontak sosial, namun juga mereka melaporkan tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi atau lebih tinggi dibanding orang-orang yang lebih muda. Jika kita melihat di Bab 3, hubungan sosial positif dihubungkan dengan kesejahteraan, lalu bagaimana mungkin hal ini benar? jawaban Carstensen melibatkan teori selektivitas sosioemosionalnya, yang mengatakan bahwa sasaran utama psikologis merupakan pengembangan dari suatu konsep diri yang positif atau regulasi dari emosi yang tersisa sepanjang hidup Tetapi yang menyolok dari sasaran itu berubah tergantung pada lokasi seseorang dalam siklus hidupnya. Secara rinci, dia percaya bahwa pengarah-pengarah itu untuk mencari-cari informasi dan untuk mengembangkan suatu konsep diri yang positif sangat penting selama masa remaja dan semakin kurang bersamaan dengan usia. Dorongan untuk mencari regulasi emosional, bagaimanapun, sedikit banyaknya kurang penting selama masa remaja dan lalu naik arti pentingnya dengan usia sampai usia tua dominan. Lebih lanjut, Carstensen (1995) berkata bahwa ketika orang-orang memasuki usia tua, mereka mempunyai lebih sedikit dan lebih sedikit teman sebaya yang dapat menyediakan novel dan informasi menarik.
Oleh karena itu, orang-orang "kurang termotivasi untuk terlibat dalam hal yang tidak berarti secara emosional (hanya barangkali jika tidak fungsional) kontak sosial dan akan membuat aneka pilihan sosial berdasar pada potensi untuk penghargaan secara emosional" (halaman 153). Dengan kata lain, untuk orang-orang yang lebih tua, pengurangan-pengurangan di dalam kontak sosial dapat diadaptasi. Proses ini, bagaimanapun, lebih serupa untuk seleksi sosial dibanding kemunduran sosial. Ini berarti bahwa hubungan-hubungan yang mendalam bisa menjadi lebih penting tetapi lebih sedikit banyaknya dengan usia.
Dalam suatu studi yang dirancang untuk menguji sebagian dari gagasan ini, Carstensen dan para rekan kerjanya (Carstensen, Mayr, Nesselrode, &Pasupathi, 2000) menemukan bahwa ketika usia tidak berkaitan dengan frekuensi dari pengalaman-pengalaman yang positif, periode emosional positif yang panjang lebih mungkin ditemukan pada orang-orang yang lebih tua. Dengan kata lain, seberapa sering orang-orang merasakan emosi positif tidak dihubungkan dengan usia, tetapi berapa lama emosi yang positif yang dirasakan itu dihubungkan dengan usia-di sekitar mereka tinggal bertahan lebih lama untuk orang-orang yang lebih tua. Mereka juga menemukan orang-orang tua merasakan pengalaman-pengalaman emosional lebih rumit dan lebih pedih dibanding orang-orang yang lebih muda. Mereka mengusulkan orang-orang tua mempelajari bagaimana caranya mengenali lebih banyak nuansa-nuansa pengalaman secara emosional dan bagaimana caranya mengatur emosi mereka dengan cara-cara yang lebih adaptip. Teori Carstensen pendekatan lain untuk kesejahteraan yang menyatakan bahwa jenis-jenis dari sasaran orang-orang yang dicari dalam hidup yang mendalam, berhubungan dengan isu-isu yang bisa menyolok mata pada tempat-tempat mereka sendiri dalam siklus hidup.

Kebijaksanaan: Apa yang Raja Solomon Punya?
Sepanjang sejarah Barat, "kebijaksanaan" merupakan salah satu terminologi paling sering digunakan untuk menguraikan kedewasaan optimal. Alkitab menunjukkan bahwa Raja Salomo "bijaksana," dan ahli filsafat Yunani berspekulasi selama berabad-abad tentang kebijaksanaan dan bagaimana harusnya hal itu menjadi sasaran hidup yang terakhir. Di masa. lalu, riset para psikolog cenderung untuk menghindari istilah ini oleh karena sifatnya yang sangat abstrak. Meskipun demikian, beberapa peneliti sudah mencoba untuk menguraikan apa yang dimaksud orang-orang mengenai istilah kebijaksanaan (e.g., Sternberg, 1990),
Secara umum, kebijaksanaan menyiratkan suatu hasil yang positif untuk proses-proses pengembangan yang lama. Erik Erikson (1950) melihat kebijaksanaan sebagai hasil dari suatu resolusi sukses dari panggung terakhir perkembangan psychosocial, seorang yang terlibat dalam satu penerimaan tentang hidup sebagaimana dia hidup dan menerima kenyataan ketika mendekati kematian. Ia juga melihatnya sebagai " involved disinvolvement " atau suatu kesanggupan untuk proses hidup dengan suatu sikap tidak terpengaruh yang tenang dari setiap persyaratan bahwa hidup menghasilkan suatu cara yang spesifik. Oleh karena itu, kebijaksanaan bukan sekedar, suatu gudang informasi atau pendapat-pendapat. Lebih dari itu, kebijaksanaan menyiratkan pengetahuan yang bersifat sosial, hubungan antar pribadi, dan psikologis. Kebijaksanaan juga menyiratkan pengetahuan bahwa mungkin sulit bagi kebanyakan orang untuk menyerap. Karenanya, orang orang bijaksana adalah orang yang pergi menuju padanya ketika berjuang dengan pertanyaan-pertanyaan paling sulit dalam hidup. Seseorang tidak mencari-cari nasehat dari orang bijaksana hanya untuk bertanya kepada mereka tempat terbaik di kota untuk membeli makanan Cina! Kramer (2000) sudah katakan bahwa kebijaksanaan adalah "pengecualian luas dan kedalaman pengetahuan sekitar kondisi-kondisi kehidupan dan urusan manusia" (hal. 85). Clayton Vivian (1982) menyatakan, "Kebijaksanaan adalah ...kemampuan yang memungkinkan setiap individu untuk menyerap sifat manusia, yang bekerja pada prinsip-prinsip pertentangan, paradoks, dan perubahan. Sifat manusia yang digunakan di sini mengacu pada pemahaman diri sendiri dan mengerti orang lain" (page. 316). Paulus Baltes dan Ursula Staudinger (2000) mengambil definisi lebih lanjut dan menyiratkan adanya hubungan dengan etika.
Mereka menyatakan bahwa kebijaksanaan adalah "pengetahuan dengan lingkup yang luar biasa, kedalaman, ukuran, dan keseimbangan ...suatu sinergi dari pikiran dan karakter; yang merupakan satu orkestrasi pengetahuan dan kebaikan" (hal. 123). Mereka juga melihat konsep dari kebijaksanaan adalah kompleks, sangat dibedakan, dan yang dihubungkan dengan maksud-maksud budaya yang berbeda. Mereka bahkan menyatakan bahwa konsep itu bisa sangat rumit bahwa hal itu "bisa di luar metoda-metoda psikologis dan konsep-konsep yang dapat mencapainya" (hal. 123). Dengan kata lain, gagasan kebijaksanaan bisa terlalu kompleks bagi pembatasan-pembatasan yang perlu metode sainsnya. Meskipun begitu, sebagai psikolog-psikolog yang mencoba sesuatu yang baru, mereka sudah mengambil berusaha dan mengerjakan satu rangkaian studi-studi empiris dalam membangun wacana kebijaksanaan.
Meskipun berbagai kesulitan dengan definisi, psikolog-psikolog secara fair yakin tentang apa kebijaksanaan bukan. Poin yang pertama adalah bahwa Wisdom bukan hasil yang tak bisa terelakkan dari usia yang lanjut (Clayton, 1982). setelah mangatakan itu, bagaimanapun, ini juga benar bahwa kebijaksanaan dilihat lebih sering, meski tidak eksklusif, secara person adalah paling tidak berada pada umur pertangahan. Baltes dan Staudinger (2000) bahkan menyatakan bahwa usia yang optimal untuk mencapai kebijaksanaan bisa sekitar usia 60 tahun. Ini juga benar bahwa kebijaksanaan bukan sekedar kecerdasan yang terukur oleh test IQ. Clayton (1982) menunjuk bahwa Test IQ mengukur domain pengetahuan terutama nonsosial dan impersonal (misal, fakta-fakta, kosa kata, kemampuan untuk mengolah benda di dalam ruang dan seterusnya). Kebanyakan psikolog-psikolog berasumsi bahwa kebijaksanaan tidak bisa secara total, dipahami hanya memperhatikan domain kecerdasan nonsosial ini.

Teori-teori Kebijaksanaan
Baltes dan Staudinger (2000) melihat tiga tradisi riset terkait yang menggunakan teori-teori tegas tentang kebijaksanaan. Tradisi yang pertama melibatkan perspektif-perspektif yang memperhatikan ciri kepribadian dan bagaimana mereka bisa dihubungkan dengan kebijaksanaan. Teori Erikson (1950) tentang perkembangan psychosocial adalah satu contoh dari tradisi yang pertama. Tradisi yang kedua memandang kebijaksanaan dalam kaitan dengan istilah teori berpikir postformal dan pemikiran metoda dialektika. Sebagai contoh, Juan Pascual-Leone (1990) dan Gisela Labouvie-Vief (1990) melihat kemampuan untuk berhubungan dengan pertentangan dan paradoks sebagai sentral setiap definisi kebijaksanaan. Keduanya juga menyatakan bahwa kebijaksanaan, bagaimanapun didefinisikan, harus merupakan suatu jenis pemikiran yang lebih kompleks dibanding hanya mampu untuk menggunakan gagasan-gagasan abstrak dan konsep-konsep. Labouve-Vief (1990) percaya bahwa kebijaksanaan harus melibatkan pengintegrasian dari dua wujud pengetahuan: logos dan mythos. Logos adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pemakaian analitis, propositional, dan struktur-struktur formal logik lain. Mythos adalah pengetahuan yang diperoleh melalui suara, naratif, alur cerita, atau dialog. Hal itu diberikan contoh dalam tradisi-tradisi lisan, hubungan sosial, dan banyak wujud dari seni. Mythos adalah suatu jenis dari pengetahuan yang dilekatkan dalam konteks hubungan sosial dan pengalaman-pengalaman sosial. Itu termasuk intuisi dan keterbukaan pada proses-proses tak sadar.
Pascual-Leone (1990) menyarakan tema-tema yang serupa di dalam perspektifnya tentang kebijaksanaan tetapi menambahkan suatu pernyataan teoritis tentang apa yang ia sebut "ultraself" atau "transcendent self" sebagai suatu tanda dari kebijaksanaan. Ultraself operasikan sebagai suatu yang lebih tinggi, lebih mencakup, pusat pengolahan informasi yang mampu mengintegrasikan teori dan proses-proses secara emosional, terutama sekali, cinta dan kepedulian. Dengan cara yang serupa, Deirdre Kramer (2000) melihat kebijaksanaan sebagai suatu wujud dari self-transcendence yang adalah "yang dilepaskan, tetapi mencakup, perhatian terhadap kehidupan sendiri" (hal. 86).
Krarner (2000) juga telah mereview sangat banyak riset tentang kebijaksanaan. Dia melihat kedua unsur yang utama dari kebijaksanaan sebagai keterbukaan yang lebih besar terhadap pengalaman dan “kapasitas untuk merefleksi dan bergulat dengan permasalahan kesulitasn eksistensial hidup " (hal. 99). Salah satu dari kualitas yang lain bahwa dia menemukan di dalam studi-studi tentang kebijaksanaan adalah satu kemampuan orang-orang yang bijaksana untuk menemukan maksud dalam pengalaman-pengalaman hidup positif dan negatif. Kramer percaya bahwa orang-orang yang bijaksana mampu mengubah bentuk pengalaman-pengalaman negatif ke dalam pengalaman-pengalaman kenyataan hidup. Melalui proses ini, mereka bahkan memperlihatkan suatu perasaan tenang yang orang lain tidak punyai. Orang-orang bijaksana juga memiliki suatu sense humor rela berkorban, rendah hati yang mengenali ironi-ironi hidup (Webster, 2003). Suatu studi oleh Ravenna Helson dan Paul Wink (1987) mengajukan ada dua bentuk kebijaksanaan. Pertama kebijaksanaan praktis, yang terdiri dari kemampuan-kemampuan pengecualian seperti ketrampilan-ketrampilan interpersonal yang baik, kejelasan pemikiran, toleransi lebih besar, dan generativas. Bentuk yang kedua mereka menyebut kebijaksanaan transendental, yang mempunyai suatu mutu filosofis atau rohani yang Itu berhubungan dengan batas-batas dari pengetahuan, kompleksitas yang kaya pengalaman manusia, dan suatu perasaan tentang pribadi yang lebih dan aspek individu pengalaman manusia. Kramer juga memandang kebijaksanaan sebagai suatu sumber daya potensial bagi masyarakat. Dia menghimbau masyarakat untuk mengenali bahwa orang-orang bijaksana ada dan untuk menggunakan mereka untuk suatu yang lebih besar.
Tradisi riset yang ketiga dari teori-teori yang tegas melihat kebijaksanaan sebagai suatu contoh yang spesifik dari keunggulan (lihat komentar tentang keunggulan di Bab 7). Di dalam kejadian ini, kebijaksanaan digambarkan sebagai keunggulan di dalam kinerja hidupnya. Di dalam riset mereka belajar tentang kebijaksanaan, Baltes dan Staudinger (2000) menemukannya berguna mengkonsep kebijaksanaan sebagai suatu peristiwa yang punya banyak sisi yang dapat dipahami hanya dengan memperhatikan beberapa prediktor yang berbeda. Ini adalah serupa dengan pertemuan pendekatan yang digunakan dengan kreativitas. Sebagai tambahan, setiap mencari-cari penyebab kebijaksanaan harus mengakui adanya banyak alur dapat menjurus kepada kebijaksanaan. Di dalam kepentingan yang paralel dengan kreativitas, Baltes dan Staudinger juga berasumsi bahwa kebijaksanaan adalah suatu produk gabungan dari orang dan budaya. Kebijaksanaan, oleh karena itu, secara parsial dibawa dalam pengetahuan dan keahlian dari budaya pada suatu waktu yang tepat yang spesifik. Orang-orang bijaksana mengenali dan menggunakan pengetahuan yang berada di sekitar mereka dalam budaya.

Prediktor-prediktor Kebijaksanaan
Studi-studi riset Baltes dan Staudinger (2000) sudah menemukan bahwa kebijaksanaan dapat diprediksi dengan memperhatikan empat kategori umum dari faktor-faktor: kecerdasan, disposisi kepribadian, gaya-gaya kognitif, dan pengalaman-pengalaman hidup (lihat Gambar 8.1).
Temuan mereka yang pertama adalah bahwa semua faktor kecuali usia memberikan kontribusi yang nyata terhadap kebijaksanaan, meski kekuatan setiap sumbangan-sumbangan bervariasi. Sebagai tambahan, prediktor yang signifikan saling berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan kebijaksanaan. Baltes dan Staudinger menyimpulkan bahwa kebijaksanaan secara parsial merupakan kemampuan untuk mengkoordinir atribut kepribadian majemuk dan pengalaman-pengalaman hidup.

Kecerdasan(inteligen (4 skala)
misal., kecerdasan cair, kecerdasan yang mengkristal
penghubung personality-intelligence (17 skala)
misal, kreativitas, gaya kognitif, kecerdasan sosial
Ciri kepribadian (12 skala)
eg., keterbukaan terhadap pengalaman, pertumbuhan pribadi, psychological-daya ingat
Usia (kedewasaan)
Pengalaman hidup
pengalaman hidup umum, pengalaman profesional spesifik
GAMBAR 81
Pola Prediksi Hubungan Kinerja yang berkaitan Kebijaksanaan pada orang Dewasa
Sumber: Dari P Baltes dan U. Staudinger, 'Kebijaksanaan: Suatu metaheuristic… keunggulan." Psikolog Amerika, 55(1), gambar 3, hal.130. Hak cipta 2000 oleh Asosiasi Psikologi Amerika. Dicetak kembali dengan ijin.
Catatan: Persentase mengindikasikan pengaruh bagian. Usia tidak signifikan.
Dalam hal faktor yang spesifik, mereka menemukan bahwa score-score tinggi dalam pengukuran inteligensi adalah prediktor kebijaksanaan yang signifikn (15 persen dari kinerja yang terkait dengan kebijaksanaan). Faktor-faktor ini, bagaimanapun, adalah paling kurang penting. Disposisi kepribadian seperti keterbukaan pengalaman dan psychological-mindedness merupakan prediktor kebijaksanaan yang lebih baik. Jenis pengalaman-pengalaman hidup yang dipunyi orang-orang adalah satu prediktor yang penting dari kinerja yang terkait dengan kebijaksanaan. Mengenai ini, Baltes dan Staudinger melihat psikolog-psikolog klinis sebagai bagian dari studi mereka, mengira bahwa orang-orang yang berhubungan dengan berbagai kesulitan hidup, kompleksitas, dan makna dalam psikoterapi bisa belajar tentang kebijaksanaan dalam perjalannya. Sebenarnya, yang mereka lakukan cenderung untuk mencetak prestasi lebih baik dalam pengujian kebijaksanaan. Akhirnya, pengukuran dari jenis kognitif dan kreativitas menunjukkan hubungan-hubungan yang paling kuat dengan kebijaksanaan. Di antara prediktor yang lebih baik dalam factor ini adalah kreativitas dan gaya-gaya pemikiran "judicial" dan "progresif". Ini menguraikan kemampuan untuk mengevaluasi dan membandingkan isu-isu dan kemampuan untuk menggerakkan di luar aturan-aturan selagi mempertunjukkan suatu toleransi untuk kerancuan secara berturut-turut. Bagi Baltes dan Staudinger, semua ini menyiratkan bahwa kebijaksanaan adalah "metaheuristic"-yang menyiratkan suatu strategi sangat terorgnisir untuk mencari sampai dapat informasi terkait dari sumber majemuk dan mengkombinasikan informasi itu ke dalam solusi-solusi yang mengoptimalkan pengetahuan dan kebaikan. Catat acuan itu kepada kebaikan; itu menyiratkan satu komponen etis kepada kebijaksanaan.
Sementara kebijaksanaan adalah suatu sasaran yang universal, adakah bukti bahwa itu benar-benar meningkatkan kesejahteraan? Suatu studi oleh Ardelt (1997) menemukan bahwa kebijaksanaan berhubungan signifikan dengan kepuasan hidup bagi laki-laki dan perempuan. Dalam studi Ardelt, kebijaksanaan sebenarnya adalah suatu prediktor yang lebih baik bagi kepuasan hidup dibanding keadaan hidup yang objektif seperti kesehatan secara fisik. Meski psikologis meneliti dalam konsep kebijaksanaan adalah dalam tahap awal dari pengembangan, psikologi positif mungkin akan memunculkan suatu minat yang baru akan bidang ini. Riset baru berlanjut hingga selesai, dan pengujian baru tentang kebijaksanaan sedang dikembangkan (lihat Webster, 2003). Kesediaan peneliti-peneliti tertentu untuk berspekulasi dalam wilayah yang sangat abstrak mengatakan kepada suatu minat yang besar dalam mendefinisikan secara ideal salah satu dari dari pengembangan kepribadian yang positif.


KESEHATAN JIWA POSITIF
Dari beberapa prestasi psikologi selama abad yang keduapuluh dan awal dua puluh yang pertama, salah satu yang paling berhasil adalah studi penyakit jiwa dan bagaimana caranya memperlakukannya. Kemajuan di dalam teori dan riset pada sakit jiwa telah disertai oleh bermacam gagasan-gagasan pada suatu kesehatan jiwa positif yang melembaga. Usaha-usaha untuk menguraikan penyesuaian psikologis dimulai pada hari-hari paling awal dari psikologi. William James, sering kali dikutip sebagai "bapak psikologi Amerika," sungguh tertarik akan permasalahan kesehatan jiwa dan terutama dalam negara di luar kesejahteraan (lihat Rathunde, 2001). James menyatakan bahwa orang secara psikologis sehat mempunyai suatu kepribadian yang seimbang baik dan harmonis (1902/1958). Bagaimanapun, bagi banyak orang, gagasan tentang kesehatan jiwa dimulai oleh Freud.
Visi Freud tentang umat manusia adalah visi yang pesimistis. Ia melihat orang-orang sebagai tidak terelakkan terjerat di suatu kemacetan antara kebutuhan-kebutuhan agresi dan seks dan ego yang berorientasi sosial yang terus menerus yang harus di bawah pengendalian. Kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup adalah kompromi-kompromi yang esensial yang meninggalkan suatu indra kecap yang pahit karena kita mengetahui mereka tidak lebih dari dari solusi-solusi yang sempurna. Ia berkata tentang pengejaran kebahagiaan, "Sasaran terhadap sesuatu yang mana asas kenikmatan mendorong kita menjadi bahagia tidak dapat dicapai; namun kita tidak mungkin, tidak bisa tidak, menyerah pada usaha mewujudkannya bagaimanapun juga" (Freud, 1930/1961, hal.94). Konsep dari karakter genital bertindak sebagai model dari kedewasaan bagi Freud. Ketika Freud ditanya apa yang seharusnya bisa dilakukan oleh seorang yang secara mental sehat, ia dengan ringkas tapi jelas menyatakan, "lieben und arbiten" mereka harus mampu "untuk mengasihi dan untuk bekerja." Freud juga mengajukan bahwa kedewasaan ditandai 1)), suatu perhatian yang bersahabat untuk orang lain dan suatu keinginan untuk lakukan sesuatu yang baik untuk masyarakat (Maddi, 1972). Sementara sasaran Freud yang sederhana untuk umat manusia sungguh memerlukan usaha substansiil, mereka tidak berbicara dengan fasih pada berbagai kemungkinan yang terakhir untuk pertumbuhan psikologis dan kesehatan jiwa optimal.
Kebanyakan dari ahli teori yang mengikuti Freud menciptakan model-model lebih optimis untuk kesehatan jiwa positif. Sebenarnya, ada benar-benar sejumlah perspektif-perspektif di kesehatan jiwa positif (lihat Jahoda, 1958; Coan, 1977; Schultz, 1977; Fadiman &Frager, 1994). Hanya sedikit dari perspektif-perspektif yang akan ditinjau di sini. Untuk kejelasan, perspektif-perspektif itu dikelompokkan ke dalam perspektif yang (1) mengasumsikan kebutuhan-kebutuhan bawaan dalam memandu pencarian kesehatan jiwa positif dan mereka yang (2) asumsikan kesehatan jiwa positif adalah suatu produk tentang mengembangkan ciri kepribadian spesifik atau pengembangan dari karakter. Tentu saja, dua pendekatan ini harus tidak dilihat sebagai divisi-divisi yang tegas; lebih dari itu, masing-masing mewakili; menunjukkan suatu penekanan yang relatif.

KESEHATAN JIWA POSITIF SEBAGAI POTENSI-POTENSI BAWAAN
Awal Perumusan-perumusan Psychodynamic
Adler Alfred adalah satu rekan kerja awal Freud. Bertentangan dengan Freud, Adler memfokuskan pada suatu pengejaran naluriah realisasi diri kreatif. Adler percaya bahwa realisasi diri disetir oleh satu bawaan mengejar interaksi-interaksi prosocial dan bahkan rendah hati untuk terhadap orang lain. Istilah yang paling lekat, yang dihubungkan dengan teori Adler tentang kesehatan jiwa optimal adalah Gemeinschaftsgefuhl, suatu kata Jerman yang diciptakan oleh Adler yang tidak memiliki padanan yang tepat di dalam bahasa Inggris. Itu awalnya diterjemahkan sebagai " sosial sense" dan lalu kemudiannya sebagai "interest sosial" dan "social feeling" (Adler, 1964; Ansbacher, 1992). Gemeinschaftsgefuhl adalah suatu perasaan dari suatu hubungan yang mendalam dengan manusia, empati terhadap kondisi manusia lain, dan suatu perasaan altruisme (azas mengutamakan orang lain).
Adler percaya minat sosial bisa menggerakkan seseorang terhadap suatu jenis realisasi diri yang akan tidak terelakkan termasuk empati yang lebih banyak dan rasa kasihan terhadap orang lain. Sebenarnya, Adler percaya bahwa ahli terapi bisa mengatakan jika psikoterapi sedang bekerja atau bukan dengan pengamatan berapa banyak klien termotivasi oleh minat sosial. Semakin banyak minat sosial ada pada klien, semakin baik pengobatan sedang bekerja.
Carl G.Jung adalah juga bagian dari lingkaran dalam dari para rekan kerja Freud. Jung, seperti Adler, percaya bahwa orang-orang menguasai satu potensi bawaan untuk kesehatan jiwa optimal yang perlu untuk diwujudkan. Bagi Jung, kesehatan jiwa optimal ditandai oleh suatu keseimbangan antara unsur-unsur dari kepribadian, satu keterbukaan kepada pesan-pesan dari suatu tingkatan tidak sadar yang lebih dalam, dan suatu perasaan yang tumbuh dari kerohanian (Jung, 1964, 1965).

CarlRogers dan Pribadi yang Berfungsi Secara Penuh
Carl Rogers mengembangkan teorinya tentang kesehatan jiwa dari pengalaman-pengalamannya sebagai seorang psychotherapist. Salah satu dari daya dorong yang utama dari pendekatannya untuk psikoterapi untuk menunjukkan cara yang orang-orang dimungkinkan untuk mengembangkan pendekatan mereka sendiri yang unik kepada hidup dalam konteks suatu hubungan psychotherapeutic yang mendukung.
Rogers mulai dengan mengasumsikan bahwa kita mempunyai satu bawaan yang diperlukan untuk mengembangkan potensi-potensi kita. Rogers menyebut kebutuhan ini, Kecenderungan aktualisasi diri (Rogers, 1959). Ia menganggap bahwa memberi keadaan yang benar, orang-orang dapat menemukan cara untuk memenuhi potensi-potensi mereka yang juga adalah pemenuhan tanggung jawab secara sosial dan secara pribadi. Masalahnya, menurut Rogers, adalah bahwa banyak orang kehilangan hubungan dengan dorongan-dorongan bawaan mereka terhadap aktualisasi diri. Proses kehilangan hubungan dengan kecenderungan aktualisasi diri kita sendiri mulai ketika kita menolak pengalaman-pengalaman dari kita sendiri diri sendiri dan dunia untuk mendapatkan penerimaan bersyarat dari orang-orang lain. Oleh karena itu, proses aktualisasi diri dimotori oleh kesadaran diri sendiri yang jujur. Rogers percaya bahwa ketika orang-orang ada di dalam lingkungan-lingkungan yang digambarkan oleh cinta tanpa syarat, pemahaman empathic, dan keaslian, lalu mereka dapat tumbuh secara psikologis terhadap potensi-potensi mereka yang paling penuh (lihat Firestone, Firestone, &Catlett, 2003).

Pribadi Berfungsi Secara Penuh
Bagi Rogers, definisi penyesuaian psikologis terletak di gagasan di mana kesehatan jiwa ada ketika semua pengalaman yang relevan dari orang itu dapat terintegrasi ke dalam suatu konsep diri yang koheren dan fleksibel. Ketika orang-orang menumbuhkan potensi-potensi mereka yang paling penuh, beberapa ciri-ciri yang dapat dikenal menandai adanya kemajuan mereka. Rogers memilih istilah "orang berfungsi penuh" bagi seseorang yang mencapai ideal ini (Rogers, 1961). Tiga ukuran-ukuran utama dan dua pelengkap menandai orang yang berfungsi secara penuh: (1) keterbukaan pengalaman, (2) eksistensial hidup, dan (3) kepercayaan dalam pengalaman-pengalaman organismic yang dimiliki (yaitu., sensasi-sensasi, pengalaman-pengalaman fisiologis, atau "saluran" perasaan kita). Tiga hal ini mengakibatkan (4) suatu perasaan kebebasan dan (5) kreativitas yang meningkat.
Dengan "keterbukaan pengalaman," Rogers menyarankan suatu kepribadian yang menyadari stimuli internal dan eksternal, di mana penggunaan-penggunaan dari mekanisme pertahanan terpelihara minimum. Sebenarnya, Rogers menghipotesakan bahwa mungkin untuk hidup tanpa mekanisme pertahanan. Satu konsekuensi dari keterbukaan ini adalah bahwa pengalaman-pengalaman tidak enak dan menyenangkan memungkinkn akses yang sama pada kesadaran. Seseorang harus mempunyai suatu perasaan dasar yang cukup diri sendiri sehingga dia tidak akan diliputi oleh emosi. Oleh karena itu, meski Rogers tidak secara rinci menyebutkan itu sebagai suatu ukuran, orang yang berfungsi penuh akan juga memperlihatkan ketabahan dan keberanian substansiil.
Kriteria kedua, eksistensial hidup menyiratkan bahwa orang berfungsi penuh menyukai pengalaman yang datang dari kehidupan sebagaimana hidup pada saat ini. Ukuran ini adalah serupa dengan perkataan kaum tua bahwa orang harus "berhenti dan mencium bunga mawar." Itu menyiratkan suatu orientasi proses yang kuat pada hidup. Itu menyiratkan bahwa Ia harus hidup sebagai suatu cairan dan perasaan dinamis dari kesadaran dari pengalaman-pengalaman yang ada, memutuskan apa yang akan dilakukan dengan pengalaman-pengalaman, pengambilan tindakan, dan berjalan terus untuk merencanakan pengalaman yang berikutnya (catat persamaannya dengan teori aliran di Bab 4).
Orang-orang yang terbuka pada moment adalah juga terbuka bagi isyarat yang datang dari kenyataan mereka yang fisiologis yang mereka mempercayai mereka sendiri yang organismic merasakan. Orang yang berfungsi penuh menyadari, kepercayaan-kepercayaan, dan nilai nalurinya, intuisi, dan firasat. Karena orang yang berfungsi secara penuh tidak bertahan, terbuka bagi pengalaman pada saat itu, dan berkeinginan mengalami hidup sebagai suatu proses, jelas nyata bahwa ia atau dia akan juga mengalami suatu perasaan kebebasan. Akhirnya, karena orang yang berfungsi secara penuh secara terus menerus mengadaptasikan kepada pengalaman-pengalaman yang baru, suatu derajat tingkat tertentu dari kreativitas pada adaptasi tersebut kelihatannya perlu. Kreativitas di dalam perasaan Rogers berarti suatu pendekatan ke arah hidup yang terbuka bagi cara penyelesaian masalah yang tidak biasa dan unik. Itu juga menyiratkan suatu kesediaan tertantang oleh pengalaman-pengalaman yang baru. Oleh karena itu, Rogers berkata bahwa jika orang-orang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman mereka yang berkesinambungan dan segera pada cara tertentu, lalu kebutuhan bawaan mereka untuk ktualisasi diri akan muncul dan memotivasi perilaku.

Hidup sebagai Pribadi yang Berfungsi Secara Penuh
Seperti apa sesungguhnya orang yang berfungsi secara penuh? Rogers (1961) menyatakan beberapa petunjuk ketika ia menyatakan,
Nampak berarti bahwa individu yang bergerak ke arah, dengan sadar dan menerima; proses yang ia dalam hati dan sebenarnya adalah.... Ia tidak berusaha menjadi lebih dari dia, dengan perasaan penjaga kegelisahan; rasa tidak aman atau pasrah yang muluk-muluk. Ia tidak berusaha menjadi kurang dari ia, dengan perasaan penjaga rasa bersalah atau depresiasi diri. Ia terus meningkatkan mendengar ruang kecil yang terdalam dari mahluk secara emosional dan fisiologisnya, dan menemukan dirinya terus meningkat keinginan, dengan ketelitian dan kedalaman yang lebih besar, diri sendiri yang ia paling sungguh (hal. 175-176).
Gerakan itu adalah terhadap diri sendiri, arah, keterbukaan pengalaman, penerimaan dari orang lain, dan kepercayaan di dalam diri sendiri. Gerakan itu bukanlah terhadap setiap status tertentu. Agaknya, merupakan suatu cara pendekatan dan bahkan pengalaman-pengalaman menyongsong hidup. Lagi, kata-kata Rogers's (1961),
Nampak bagiku bahwa hidup yang baik bukanlah setiap status yang tetap. Tidak, di dalam penilaianku, suatu keadaan dari kebaikan, atau kepuasan, atau surga, atau kebahagiaan. Ia bukan suatu kondisi di mana individu disesuaikan, atau dipenuhi, atau diwujudkan. Menggunakan terminologi psikologis, itu bukan suatu keadaan reduksi panduan, atau tegangan, pengurangan, atau homeostasis (hal. 185-186).
Rogers kelihatannya menguraikan seseorang yang dapat menyeimbangkan rasionalitas dan intuisi tetapi yang menunjukkan suatu pilihan yang sedikit untuk gaya yang intuitif tentang pemahaman dunia. Gagasannya tentang kesehatan jiwa optimal meminjam dari gambaran dari seniman yang kreatif ( lihat "orang yang kreatif" di Bab 7).

Abraham Maslow dan Actualisasi Diri
Teori yang berikutnya untuk dibahas adalah Teori Abraham Maslow Aktulisasi diri. Secara umum, aktualisasi diri mengacu pada proses tentang berbuat sesuai dengan potensi-potensinya. Meski teori Maslow tentang aktulisasi diri adalah salah satu dari teori-teori paling terkenal dari pengembangan kepribadian, ini juga secara luas salah pengertian bahkan dalam psikologi. Sebagai contoh, teori nya tidak ada hubungannya dengan memanjakan diri sendiri atau keasyikan dengan diri sendiri aslinya, Maslow (1954) menyatakan perwujudan diri itu "bisa dengan bebas digambarkan sebagai penggunaan dan eksploitasi bakat-bakat, kapasitas, kemampuan-kemampuan" (hal. 200).
Studi-studi awal Orang yang Mengaktualisasi Diri
Menurut Maslow, aktualisasi diri tidak menguraikan suatu keadaan tetapi lebih satu proses yang berkesinambungan dari pengembangan. Ia mulai dengan suatu pertanyaan tentang bagaimana sebagian orang kelihatannya melakukan penyesuaian secara luar biasa dengan baik. Untuk mendekati pertanyaan ini, ia mulai mencari-cari lembaran-lembaran dari orang-orang kesehatan mental optimal yang menunjukkan tanda-tanda memenuhi potensi-potensi mereka. Siapa ini orang-orang yang memberikan contoh proses aktualisasi diri? Mereka tidak, di dalam setiap perasaan, orang kebanyakan tidak jalan. Untuk mendapat suatu rasa untuk sifat pilihan dari calon-calonnya, satu hal hanya harus memperhatikan bagaimana beberapa figur sejarah di dalam sistem klasifikasi ini. Bagi Maslow "secara wajar yakin mereka adalah pengaktualisasi diri" mencakup Abraham Lincoln (hanya dalam tahun terakhir) dan Thomas Jefferson; "kelompok sangat mungkin" mencakup Eleanor Roosevelt dan Albert Einstein; Beethoven dan Freud di dalam kelompok "parsial"; sedangkan George Washington Carver dan Albert Schweitzer ia tempatkan dalam kelompok "potensial". Sebagai tambahan dalam mempelajari figur-figur publik untuk bukti aktualisasi diri, orang-orang terkenal dalam sejarah, dan kenalan-kenalan, Maslow juga menyaring tiga ribu siswa perguruan tinggi. Di dalam kelompok ini, ia hanya temukan seseorang yang cocok dengan ukuran-ukurannya dan orang tersebut hanya dalam ktegori "yang mungkin". Ia menyimpulkan aktualisasi diri itu "bukan mungkin di dalam masyarakat kita bagi orang muda, orang-orang yang berkembang" (Maslow, 1954, hal.200).
Ia percaya bahwa seseorang perlu beberapa pengalaman hidup sebelum ia atau dia bisa dipertimbangkan sebagai aktualisasi diri. Kemudian, Maslow akan menaksir itu kurang dari 1 persen dari populasi orang dewasa bisa disebut orang-orang yang aktualisasi diri. Maslow mengembangkan definisinya tentang aktualisasi diri melalui satu proses iteratif. Yang pertama ia memilih subjek, lalu ia mengevaluasi orang-orang, dan berikutnya ia menyesuaikan definisi asli berdasar pada evaluasi yang pertama. Lalu diikuti dengan memilih kelompok yang berikutnya ia mengevaluasi berdasar pada definisi yang ditinjau kembali, dan seterusnya. Menggunakan proses ini, Maslow's (1954) lebih memperluas penjelasan aktualisasi diri, " sebagai orang-orang yang memenuhi diri mereka dan untuk sedang lakukan terbaik yang mereka bisa berbuat melakukan, mengingatkan kita nasihat Nietzsche, 'Jadi apa engkau!' Mereka adalah orang-orang yang sudah berkembang atau mengembangkan sepenuhnya kualitas moral yang mana mereka mampu. Kemampuan-kemampuan ini bisa seluruh jenis atau yang idiosyncratic, sehingga diri sendiri di dalam aktualisasi diri harus tidak terlalu selera individualistic" [tambahan huruf miring] (hal. 201). Bagian dari kutipan akhir ini ditulis dengan huruf miring untuk menekankan itu, benar dari awalnya, Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan serapan diri atau individualisme berlebihan. Kemudian, banyak para interpreter Maslow melupakan ini.

Hirarki Maslow Tentang Kebutuhan-kebutuhan Bawaan
Begitu Maslow telah mengenali contoh-contoh dari orang yang mengaktualisasi diri, ia mulai mengembangkan suatu teori dari pengembangan kepribadian yang akan menjelaskan bagaimana orang-orang itu menempuh cara mereka. Ia mengusulkan suatu teori yang didasarkan pada satu gagasan secara relatif umum di dalam psikologi waktu itu - pengujian kebutuhan dasar.
Maslow (1954) pada awalnya menggambarkan lima kebutuhan dasar manusia yang harus dijumpai dalam urutan orang-orang merasa terpenuhi dalam hidup. Secara grafis, Maslow kenalkan kebutuhan-kebutuhan ini berupa suatu piramida (Gambar 8.2). Bentuk piramid menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah lebih menyebar dan bahwa kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi lebih kecil dan lebih dengan mudah diliputi oleh pengaruh dari kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah.
Maslow mengasumsikan lima kebutuhan dasar yang bersifat bawaan.
1. Phisiologis. Orang-orang perlu untuk memiliki kebutuhan dasar mereka mendapatkan makanan, tempat perlindungan, kenyamanan, dan kebebasan dari penyakit.
2. Keselamatan dan keamanan. Orang-orang perlu untuk percaya bahwa mereka secara relatif menyelamatkan dari kejahatan secara fisik dan kekacauan masyarakat dan bahwa mereka mempunyai beberapa derajat tingkat dari kendali atas masa depan mereka sendiri.
3. Cinta dan rasa memiliki. Orang-orang perlu untuk merasakan koneksi-koneksi kepada dunia yang sosial dan perlu untuk merasa bahwa mereka dicintai dan yang dibelai karena mereka adalah sebagai individu.
4. Mengagumi diri sendiri. Orang-orang perlu merasakan suatu perasaan kemampuan dan prestasi dan bahwa mereka terhormat dan dihargai oleh orang lain di dalam hidup mereka.
GAMBAR 82

Hirarki Kebutuhan dasar Maslow

5. Actualisasi diri. Orang-orang mempunyai suatu kebutuhan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka yang unik.
Maslow (1954) juga mendalilkan prasyarat-prasyarat tertentu yang penting bagi kepuasan kebutuhan dasar: kebebasan-kebebasan spesifik (yaitu., kebebasan untuk bicara, ekspresi, pemeriksaan) dan prinsip etis yang penting (yaitu., keadilan, kewajaran, jujur), ketertiban). Ia juga percaya bahwa perlu untuk mengetahui dan memahami bentuk suatu detik, hirarki kebutuhan yng lebih kecil yang sinergis dan saling berhubungan dengan hirarki basic-needs. Akhirnya, Maslow menyatakan sebagian orang itu mempunyai suatu kebutuhan dasar untuk ekspresi aesthetic. Untuk ini orang-orang (seperti, seniman-seniman kreatif), kegagalan itu untuk mencukupi kebutuhan mereka untuk kreativitas dan kecantikan menimbulkan perasaan bosan, kebosanan, dan tidak berarti.
Maslow percaya bahwa empat pertama kebutuhan harus dijumpai di suatu arena dengan urutan relatif. Bagaimanapun, adalah tidak perlu untuk mendapati masing-masing kebutuhan secara penuh sebelum berjalan terus untuk perhatian-perhatian dari kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya. Untuk ilustrasi, Maslow (1954) menyatakan bahwa seseorang mungkin telah mencukupi 85 persen dari kebutuhan-kebutuhan fisiologis, 70 persen dari keselamatan, 50 persen kebutuhan-kebutuhan pemilikan, 40 persen dari kebutuhan kebanggaan diri, dan 10 persen kebutuhan aktualisasi diri.

Motivasi Menurut Maslow
Empat langkah adalah adalah juga didasarkan pada apa yang Maslow sebutkan keperluan defisit atau D-needs. Jika D-needs itu tidak dijumpai, lalu kita termotivasi oleh suatu perasaan bahwa kita kekurangan kualitas yang penting bagi penyesuaian dasar psikologis. Dalam hal ini, kita kekurangan perasaan yang positif dari diri sendiri, suatu perasaan bahwa kita dicintai, atau suatu rasa aman yang memungkinkan optimisme untuk masa depan. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak dijumpai dengan memuaskan, maka kepribadian pondasi dasar dan penyesuaian belum dibangun. Begitu satu merasa secara relatif aman, terhubung dengn orang lain, dicintai, dan punya suatu rasa hormat yang baik sebagai manusia, lalu kebutuhan akan aktualisasi diri menjadi lebih penting. Bagaimanapun, kebutuhan ini menciptakan suatu tegangan baru, yang datang dari perbedaan antara siapa diri kita dan siapa kita yang kita dapat bayangkan. Karena kita mengakui adanya potensi-potensi kita tidak direalisir, jarak ini antara kenyataan dan potensi yang menghasilkan suatu keinginan untuk memenuhi potensi kita.
Istilah Maslow untuk kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan-kebutuhan sekeliling berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya atau B-needs. Sebagian dari B-needs itu adalah kebenaran, keadilan, kecantikan, keseluruhan, kesempurnaan, suka melucu, penuh arti, dan kebaikan (Maslow, 1968, 1971). Satu karakteristik yang unik dari orang-orang actualisasi diri adalah mereka termotivasi oleh B-needs lebih dari yang D-needs. Maslow (1954) berkata, "Hal-hal kita tidak lagi bekerja keras di dalam perasaan yang biasa, mereka berkembang." (hal. 211). Catat bahwa aktualisasi diri dan B-needs muncul di dalam seseorang yang telah menemukan adaptasi dan penyesuaian sehat secara relatif. Oleh karena itu, bagian dari tegangan yang diciptakan oleh kebutuhan akan perwujudan diri datang dari suatu konflik antara keamanan kebahagiaan yang ada dan resiko dari perubahan. Maslow melihat pilihan sebagai suatu konflik yang umum jenis ini dalam hidup yang menggambarkan suatu prinsip yang umum: tegangan antara keamanan melawan pertumbuhan. Bagi Maslow, orang aktualisasi diri adalah, yang ditandai oleh suatu kesediaan untuk mengambil resiko keamanan yang dikenal dan nyaman untuk pertumbuhan yang potensial bahwa dapat datang dari mendatangi suatu tantangan yang baru. Oleh karena itu, ia percaya bahwa percaya bahwa orang-orang aktualisasi diri dimotivasi oleh B-needs. Mereka adalah, dalam beberapa hal menarik terhadap suatu masa depan yang mungkin untuk sendiri yang di dalam banyak cara yang digambarkan oleh kebutuhan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka yang unik seperti juga kebutuhan untuk kebenaran, keadilan, kecantikan, dan B-needs lain.
Orang-orang yang mengaktualisasi juga mengakui, menerima, dan boleh benar-benar; menganut, tegangan-tegangan yang diciptakan oleh B-needs yang tidak tercukupi. Respon mereka kepada tegangan-tegangan ini adalah, lebih sering daripada tidak, kepada resiko keamanan yang ada yang terbiasa dan untuk mengambil resiko kegagalan yang mungkin dalam percobaan untuk mewujudkan potensi-potensi mereka.
Maslow juga mengetahui bahwa beberapa orang menolak perubahan pertumbuhan pribadi karena mereka takut akan orang lain di dalam hidup mereka tidak akan menerima perubahan itu. Maslow (1971) menyebut ketakutan ini, kompleks Jonah (Yunus). Nelson Mandela berbicara tentang ketakutan ini di dalam sambutan pelantikan presiden di Afrika Selatan.
Ketakutan kita yang terdalam bukanlah karena kita tidak cukup. Ketakutan kita yang terdalam adalah bahwa kita luar biasa tangguh. Itu adalah cahaya kita, bukan kegelapan kita yang menakutkan kita. Kita tanya diri kita sendiri, "Siapa Saya yang cemerlang, berbakat dan menakjubkan?" Sebenarnya, siapakah engkau yang tidak? Anda adalah seorang Anak Allah. Permainan kecilmu tidak melayani dunia. Tidak ada apapun meringankan penyusutan sehingga orang lain tidak akan merasakan tidak kuat di sekitar Anda.... Dan ketika kita biarkan kilauan kita yang ringan, kita tanpa disadari memberi ijin orang lain untuk lakukan yang sama.
Seperti yang tersebut sebelumnya, Maslow mengira bahwa hanya persentase kecil dari populasi itu bisa mengatur untuk mengaktualisasi diri sendiri di suatu dasar yang konsisten. Bagi mereka yang memanagenya, akan jadi apa mereka?

Ciri kepribadian Orang-orang yang Mengaktualisasi Diri
Di dalam studi dari aktualisasi diri sendiri, orang-orang, Maslow meringkas lima belas ciri kepribadian yang ia percaya adalah karakteristik dari perilaku mereka. Tidak setiap orang yang mengaktualisasi diri yang ia pelajari menunjukkan semua lima belas tanda-tanda ini. Oleh karena itu, daftar itu adalah suatu alat yang bermanfaat, bukan suatu daftar yang kaku, selama satu pemahaman betapa orang-orang aktualisasi diri saling berhubungan dengan dunia dan sendiri. Maslow juga mengenal bahwa subjeknya tidaklah sempurna. Mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari rasa bersalah, ketertarikan, kesedihan, atau konflik. Ia merasakan memaksa untuk mengingatkan orang-orang bahwa subjeknya "bukanlah para malaikat." Sebagian terbesar, bagaimanapun, mereka bebas dari ketertarikan-ketertarikan penderita sakit saraf dan konflik-konflik. Dengan pemikiran ini, Maslow (1954) perkenalkan daftar lima belas ciri kepribadian orang-orang yang aktualisasi diri. Untuk jelasnya, lima belas ciri dikelompokkan ke dalam empat kategori.
Pertama adalah keterbukaan pengalaman.
1. Persepsi lebih efisien dari kenyataan dan hubungan-hubungan lebih nyaman dengannya.
Maslow percaya bahwa orang yang mengaktualisasi diri sendiri mempunyai suatu perasaan yang tajam untuk penipuan, ketidak jujuran, dan kedangkalan pada orang lain. Karena mereka sudah mantap dengan banyak pertanyaan-pertanyaan tentang kekaguman diri, mereka lebih mampu merasa dunia tanpa penyimpangan pengubahan dari berbagai keinginan mereka sendiri, harapan-harapan, dan ketertarikan-ketertarikan. Mereka dapat memandang dunia tanpa ilusi-ilusi yang positif atau penyimpangan pertahanan.
2. Penerimaan (diri sendiri, orang lain, alam)
Itu mengikuti secara logika bahwa orang yang mengaktualisasi diri perlu juga menjadi lebih baik mampu mendeteksi penipuan, kelemahan, dan kekurangan-kekurangan di dalam sendiri. Sikap terhadap kekurangan-kekurangan ini membedakan orang-orang orang yang mengaktualisasi diri Maslow. Ia berkata, "Individu kita yang sehat menemukannya mungkin untuk menerima diri mereka dan sifat mereka sendiri tanpa perasaan sedih karena gagal atau keluhan atau, sebetulnya, bahkan tanpa banyak berpikir tentang perihal. Mereka dapat menerima sifat manusia mereka sendiri dengan gaya orang yang tabah, dengan semua kekurangannya, dengan semua pertentangannya dari gambaran ideal tanpa perhatian perasaan riil" (1954, hal. 206-7). Ia juga berkata bahwa orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kurangnya kepasrahan. Ketika mereka merasa berdosa atau dysphoric, itu adalah dari pengenalan pertentangan antara apa dan apa yng seharusnya bisa.Mereka dapat melihat berbagai kemungkinan yang tidak bisa dipisahkan di dalam umat manusia dan dengan sangat sadar akan berapa jauh pendek kita jatuh.
3. Kesegaran apresiasi yang berlanjut
Karakteristik ini menguraikan satu keterbukaan hidup, kegembiraan, dan suatu terima kasih atas moment pengalamani. Menurut Maslow ( 1954), orang-orang aktualisasi diri mempunyai kapasitas yang luar biasa untuk menghargai berulang-ulang, baru saja dan dengan naif, barang-barang dasar kehidupan dengan perasaan kagum, kesenangan, keajaiban, dan bahkan perasaan sangat gembira, bagaimanapun basi pengalaman-pengalaman ini mungkin telah menjadi untuk orang lain" (hal. 214-215).
4. Spontanitas
Maslow juga menemukan subjeknya lebih spontan dibanding orang lain. Mereka menunjukkan perilaku yang ditandai oleh kesederhanaan, kewajaran, dan kurangnya kepalsuan. Ini tidak berarti perilaku mereka diluar kebiasaan, dan itu pasti bukan sangat menuruti kata hati. Ringkasnya, Maslow bermaksud subjeknya itu bukan congkak maupun membual tapi lancar dan alami.
5. Daya kreasi
Maslow menunjuk kreativitas sebagai proses lebih dari produk. Kreativitas ia lihat sebagai keaslian, dayatemu, kemampuan beradaptasi, dan spontanitas di dalam solusi permasalahan besar dan yang kecil.
6. Pengalaman batin; perasaan yang luas
Maslow (1976) kemudian menguraikan moment ringkas tenang kesadaran yang dipertinggi dan emotionalas positif kuat sebagai "pengalaman puncak." (Mereka akan dibahas secara lebih detil di Bab 10.)
Kategori yang kedua, adalah otonomi.
7. Otonomi; kemerdekaan budaya dan lingkungan
Subjek Maslow juga sepertinya secara relatif disatukan. Mereka mengagumi diri sendiri tidak didasarkan pada bagaimana pemikiran orang lain tentang mereka atau secara kultural menggambarkan kriteria untuk sukses. Mereka bisa tinggal stabil, bahkan berbahagia dan tenang, di tengah-tengah frustrasi-frustrasi dan sesuatu yang bikin stress. Mereka menemukan kepuasan-kepuasan yang hakiki dibanding bersandar keadaan luar yang merespon dari orang lain.
8. Kualitas Detasemen; kebutuhan untuk privasi
Maslow percaya bahwa subjeknya menunjukkan suatu kecenderungan yang jelas untuk menyenangi kesunyian dan privasi. Mereka tidaklah yang tak ramah, tetapi mereka tidak memerlukan orang-orang di sekitar mereka terus menerus. Di dalam konteks ini, Maslow juga menyebutkan suatu kemampuan yang lebih besar untuk berkonsentrasi dan suatu kualitas detasemen yang memungkinkan mereka untuk "tetap di atas pertempuran, tetap tenang, tak terganggu oleh huru-hara" ( 1954, hal.212).
9. Daya tahan kulturisasi
Maslow (1954) memulai uraiannya dari kriteria ini dengan kalimat sangat propokatif, "orang-orang yang mengaktualisasi diri tidak menyesuaikan dengan baik" (hal. 224). Dengan ini, ia bermaksud bahwa subjeknya sepertinya akan mampu memelihara suatu detasemen tertentu dari budaya di mana mereka tinggal. Mereka tinggal di masyarakat mereka, biasanya tanpa pemberontakan atau ketidakbiasaan yang terus menerus, hanya sikap-sikap dan kepercayaan-kepercayaan bagian dalam yang tidak dibentuk dan dikuasai oleh pesan-pesan dari masyarakat itu. Mereka mampu memperhatikan budaya mereka lebih secara obyektif dan melihat pertentangan-pertentangan, ketidakkonsistenan, dan kesalahan yang eksis.

Minggu, 01 November 2009

Tugas Komunikasi Massa

KOMANDO PENDIDIKAN ANGKATAN UDARA
SEKOLAH KOMANDO KESATUAN


STUDI KEPUSTAKAAN
TENTANG
KOMUNIKASI MASSA

1. Surat Kabar Media Indonesia dan Sindo. Hal-hal yang berhubungan dengan Media Indonesia dan Sindo, antara lain sebagai berikut :

a. Media Indonesia

1) Surat Kabar Media Indonesia terbit perdana pada tanggal 19 Januari 1970 dan baru terbit 4 halaman. Alamat kantornya di Jl. MT. Haryono, Jakarta. Lembaga yang menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan Warta Indonesia.

2) Pada tahun 1976, surat kabar Media Indonesia ini kemudian berkembang menjadi 8 halaman. Sementara itu perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan terjadi. Salah satunya adalah perubahan SIT (Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Karena perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas bahwa pers tidak semata menanggung beban idealnya tapi juga harus tumbuh sebagai badan usaha.

3) Pada tahun 1988 Teuku Yousli Syah selaku pendiri Media Indonesia bergandeng tangan dengan Surya Paloh, mantan pimpinan surat kabar Prioritas untuk bekerja sama dengan semboyan : “kekuatan pengalaman bergandeng dengan kekuatan modal dan semangat”. Maka pada tahun tersebut lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru di bawah PT. Citra Media Nusa Purnama.

4) Di Perusahaan yang baru ini Surya Paloh sebagai Direktur Utama sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai Pemimpin Umum, dan Pemimpin Perusahaan dipegang oleh Lestary Luhur. Sementara itu, markas usaha dan redaksi dipindahkan ke Jl. Gondandia Lama No. 46 Jakarta.

5) Bertepatan dengan usianya ke 25 Media Indonesia menempati kantor barunya di Komplek Delta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav.A-D, Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah satu atap, Redaksi, Usaha, Percetakan, Pusat Dokumentasi Perpustakaan, Iklan, Sirkulasi dan Distribusi serta fasilitas penunjang karyawan. Sejarah panjang serta motto “Pembawa Suara Rakyat” yang dimiliki oleh Media Indonesia bukan menjadi motto kosong dan sia-sia, tetapi menjadi spirit pegangan sampai kapan pun.

6) Sejak Media Indonesia ditangani oleh tim manajemen baru di bawah payung PT Citra Media Nusa Purnama, banyak pertanyaan tentang apa yang menjadi visi harian ini dalam industri pers nasional. Terjun pertama kali dalam industri pers tahun 1986 dengan menerbitkan harian Prioritas. Namun Prioritas memang kurang bernasib baik, karena belum cukup lama menjadi koran alternatif bangsa, SIUPP-nya dibatalkan Departemen Penerangan. Antara Prioritas dengan Media Indonesia memang ada “benang merah”, yaitu dalam karakter kebangsaannya. Surya Paloh sebagai penerbit Harian Umum Media Indonesia, tetap gigih berjuang mempertahankan kebebasan pers. Wujud kegigihan ini ditunjukkan dengan mengajukan kasus penutupan Harian Prioritas ke pengadilan, bahkan menuntut Menteri Penerangan untuk mencabut Peraturan Menteri No.01/84 yang dirasakan membelenggu kebebasan pers di tanah air.

7) Tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai Wakil Pemimpin Umum LKBN Antara, oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin harian Media Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi. Saat ini Djafar H. Assegaff dipercaya sebagai Corporate Advisor. Para pimpinan Media Indonesia saat ini adalah Direktur Utama dijabat oleh Rahni Lowhur Schad, Direktur Pemberitaan dijabat oleh Saur Hutabarat dan dibidang usaha dipimpin oleh Alexander Stefanus selaku Direktur Pengembangan Bisnis.

8) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kehadiran Media Indonesia tidak lepas dari latar belakang ideologi ataupun aliran dari pendirinya, dalam hal ini pendiri Media Indonesia yaitu Teuku Yousli Syah dan Surya Paloh yang beraliran kebangsaan.

b. Seputar Indonesia. Surat kabar Seputar Indonesia terbit di Jakarta dan beredar di kawasan Jabodetabek. Sebetulnya berita yang disajikan oleh harian ini tidaklah terlalu berbobot dan hanya memuat hal-hal yang ringan saja. Untuk menarik perhatian calon pembacanya, strategi yang diterapkan oleh harian ini adalah dengan menampilkan warna-warna yang mencolok di halaman muka, ”head line” serta judul berita yang dicetak dengan tulisan berukuran besar. Format ini kemudian banyak ditiru oleh koran-koran lain di ibukota dan kemudian menular ke seantero negeri ini, baik dari sisi ukuran maupun konten dan tata letak. sebagian besar berisi berita kriminal, berita-berita hiburan dan berita mengenai politik di dalam negeri. Pada saat ini Harian Seputar Indonesia diterbitkan oleh Media Nusantara Informasi, dengan susunan organisasi dan keredaksian adalah sebagai berikut:

1. Pemimpin Umum : Harry Tannoesudibyo
2. Wakil Pemimpin Umum : Syarif Nasution
3. Wakil Pemimpin Perusahaan : David Fernando Audy.
4. Pemimpin Redaksi :Sururi Alfaruq.
5. Redaktur Pelaksana :Nevy AN Hertary
6. Wakil Redaktur Pelaksana :Alex Aji Saputra.
7. Redaktur :Achmad Faisal.
8. Asisten Redaktur : Abdul Haris.
9. Reporter : Adam Prawiro
10.Manager Litbang : Wiendy Hapsari.
11. Koordinator Editor Bahasa : Jaelani Ali Muhammad.
12. Koordinator Fotografer : Aziz Indra.
13.Penerbit : PT. Media Nusantara Informasi.
14. Penerbit : PT. Citra Media Nusa Purnama.

2. Salah satu edisi Media Indonesia memuat laporan mendalam tentang kunjungan/safari politik Surya Paloh ke berbagai daerah di Indonesia dalam rangka menggalang kekuatan untuk meraih posisi Ketua Umum Golkar pada Munas Golkar. Sementara hari yang sama SINDO memuat tentang bantahan dan PRO (Manajer Humas) TPI tentang rumor yang mengatakan bahwa stasiun televisi swasta yang berlokasi di TMII itu berada di ambang bangkrut dan mismanajemen. Menurut prespektif teori Agenda setting dalam kedua pemberitaan tersebut antara lain :

a. Agenda Media. Agenda harus diformat, proses akan memunculkan masalah bagaimana agenda media ini terjadi pada waktu pertama kali dengan dimensi yang berkaitan, antara lain :

1) Visibility, yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita.

2) Audiensce Salience (tingkat menonjol bagi khalayak), yakni relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak.

3) Valence (valensi), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.

b. Agenda Khalayak. Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya. Dimensi yang berkaitan antara lain :

1) Familiriarity (keakraban), yakni derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu.

2) Personal salience (penonjolan pribadi), yakni relevansi kepentingan individu dengan ciri pribadi.

3) Favorability (kesenangan), yakni pertimbangan senang atau tidak akan topik berita.

c. Agenda Kebijakan. Agenda publik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu. Dimensi yang berkaitan antara lain :

1) Support (dukungan), yakni kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu.

2) Likelihood of action (kemungkinan kegiatan), yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diharapkan.

3) Freedom of action (kebebasan bertindak), yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa agenda setting merupakan penciptaan kesadaran publik dan pemilihan isu-isu mana yang dianggap penting melalui sebuah tayangan berita. Dua asumsi mendasar dari teori ini adalah :

a. Pers dan media tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya, melainkan mereka membentuk dan mengkonstruk realitas tersebut.

b. Media menyediakan beberapa isu dan memberikan penekanan lebih kepada isu tersebut yang selanjutnya memberikan kesempatan kepada publik untuk menentukan isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya.

Sedikit banyaknya media memberikan pengaruh kepada publik mengenai isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya. Salah satu aspek yang paling penting dari konsep agenda setting ini adalah masalah waktu pembingkaian fenomena-fenomena tersebut.

Ide dasar pendekatan Agenda Setting seperti yang sering dikemukakan Bernard Cohen (1963) adalah bahwa “pers lebih daripada sekadar pemberi informasi dan opini. Pers mungkin saja kurang berhasil mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi pers sangat berhasil mendorong pembacanya untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan”.

Dalam studi pendahuluan tentang Agenda Setting, McCombs dan Shaw (1972) menunjukkan hubungan di antara beberapa surat kabar tertentu dan pembacanya dalam isu-isu yang dianggap penting oleh media dan publik. Jenjang pentingnya isu publik ini disebut sebagai salience. Akan tetapi, studi ini sendiri bukanlah Agenda Setting seperti yang kita maksudkan, karena arah penyebabnya tidaklah jelas. Baik media ataupun publik bisa saja menimbulkan kesepakatan tentang jenjang isu-isu publik.

Dengan pendekatan ini dapat kita analisa kecenderungan pemberitaan dari kedua harian tersebut, bahwa Media Indonesia dirikan oleh Surya Paloh sehingga segala kegiatan yang dilakukan oleh Surya Paloh terlebih dalam kepentingan politiknya akan diangkat secara besar-besaran dikarenakan hal ini merupakan wujud dari dukungan Media Indonesia kepada sang pendirinya.

Sedangkan Sindo memuat tentang bantahan dan PRO (Manajer Humas) TPI tentang rumor yang mengatakan bahwa stasiun televisi swasta yang berlokasi di TMII itu berada di ambang bangkrut dan mismanajemen. Hal ini dalam upaya untuk menutupi pandangan buruk dari khalayak umum akan keburukan salah satu organisasi yang berada di bawah satu atap dengan Sindo.

3. Studi Kasus. Pada acara sertijab Kasau (bintang 4), Dispenau mengundang wartawan untuk meliputi kegiatan yang tentu saja menurut kalangan TNI AU sangat penting. Namun ternyata jumlah wartawan yang hadir jauh lebih banyak pada acara sertijab Kapolda Jaya (bintang 2). Mengapa hal itu bisa terjadi?

Jawab :

Serah terima jabatan Kasau bagi kalangan TNI Angkatan Udara tentunya merupakan suatu berita yang penting penting dalam lingkungan TNI Angkatan Udara, tapi bagi masyarakat umum bukan merupakan berita yang penting, karena ketidak tahuan masyarakat mengenai TNI Angkatan Udara, sehingga pada saat terjadinya serah terima jabatan Kasau banyak para wartawan yang tidak hadir untuk meliput kegiatan tersebut, namun pada waktu yang bersamaan telah terjadi sertijab Kapolda Jaya, dimana pada saat itu banyak wartawan yang hadir. Pelaksanaan mengenai sertijab Kapolda Jaya jauh lebih terkenal di bandingkan dengan sertijab Kasau, karena masyarakat lebih mengetahui apa itu Kapolda Jaya. Untuk mempermudah menganalisa kejadian pemberitaan yang dianggap tidak seimbang tentang sertijab Kasau dibandingkan dengan sertijab Kapolda Jaya, maka kita harus mengerti nilai suatu berita dipandang dari perspektif dunia jurnalistik / pers. Berdasarkan A.S. Haris Sumandiria dalam bukunya “Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature “, nilai berita dapat dibagi menjadi 11 nilai yaitu : keluarbiasaan, kebaruan, akibat, aktual, kedekatan, informasi, konflik, orang penting, ketertarikan manusiawi, kejutan dan seks. Berita adalah sesuatu yang luar biasa. Semakin besar suatu peristiwa semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkan. Berita adalah sesuatu yang baru. Apa saja perubahan penting yang terjadi dan dianggap berarti. Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal yaitu seberapa banyak khalayak yang terpengaruh, pemberitaan itu langsung mengena kepada khalayak atau tidak. Berita adalah apa yang terjadi hari ini, apa saja yang belum diketahui, tentang apa saja yang akan terjadi hari ini atau adanya opini berupa pandangan dan penilaian yang berbeda dengan opini sebelumnya sehingga opini itu mengandung informasi penting dan berarti. Berita adalah kedekatan, baik secara geografis maupun psikologis. Informasi yang diberikan harus bermanfat bagi khalayak. Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan. Berita bisa membawa sebuah kejutan yang tidak pernah terduga. Dari teori nilai berita diatas maka kita dapat mengambil beberapa nilai sebagai analisa terhadap kejadian pemberitaan yang tidak berimbang. Beberapa nilai berita yang dapat kita ambil ialah : keluarbiasaan, kebaruan, akibat, aktual, kedekatan dan informasi. Ditinjau dari beberapa segi nilai di atas maka dapat dilihat bahwa sertijab Kasau belum merupakan sesuatu yang luar biasa dan merupakan perubahan penting yang berdampak bagi masyarakat secara umum. TNI AU yang secara umum tugasnya jarang bersentuhan dengan masyarakat maupun khalayak memang tidak mempunyai kedekatan secara emosional dan sosial terhadap mayoritas masyarakat atau khalayak pada umumnya. Sehingga wajar apabila pergantian-pergantian pejabat di TNI AU, apalagi yang asing dan tidak bersentuhan langsung dengan khalayak, tidak memiliki arti nilai berita yang cukup penting karena dianggap tidak akan banyak membawa pengaruh kepada kepentingan kehidupan sosial masyarakat. Sedangkan pergantian Kapolda Jaya dianggap sesuatu yang luar biasa dan akan berdampak penting bagi masyarakat dikarenakan bidang tugas mereka yang akan selalu berhubungan dengan masyarakat umum. Masyarakat pun sangat membutuhkan informasi tersebut sehubungan dengan kepentingan kehidupan sosial yang akan banyak bersinggungan dengan Kapolda Jaya. Dari segi inilah maka nilai berita pergantian Kapolda Jaya dianggap lebih penting karena akan memberikan pengaruh terhadap masyarakat secara umum.

4. Menurut Anda, topik atau isu apa di lingkungan TNI AU yang bisa ‘dijual’ kepada media sehingga kegiatan TNI AU banyak diliput oleh media? Langkah-langkah apa yang harus dilakukan sehingga TNI AU makin populer di tengah-tengah masyarakat?

Jawab :
Menurut saya, topik atau issue di lingkungan TNI AU yang bisa "dijual" kepada media sehingga kegiatan TNI AU banyak diliput oleh media adalah

a. Kekuatan dan kemampuan TNI AU. Kekuatan dan kemampuan TNI AU yang sarat dengan teknologi modern/canggih merupakan berita yang apabila dikemas dan disajikan dengan baik sangat memiliki potensi untuk dijual kepada publik. Pemberitaan yang berkembang saat ini hanya menonjolkan TNI AU yang hannya memboroskan anggaran negara hanya untuk membeli dan merawat pesawat, sedangkan peranya dalam pertahanan masih kurang menjadi pemberitaan. Secara selektif dan tidak menyangkut hal-hal yang menjadi rahasia, kekuatan TNI AU yaitu seperti pesawat terbang (tempur, transport dan helikopter), rudal dan radar yang berteknologi canggih sebetulnya bisa menjadi berita yang menarik bagi masyarakat.

b. Perekrutan/penerimaan anggota TNI AU terutama penerbang. Perekrutan anggota TNI AU merupakan suatu lapangan kerja yang termasuk layak dan yang berkeinginan membina karier di TNI AU terbuka bagi masyarakat umum terutama untuk generasi muda. Masalah lapangan kerja merupakan hal yang dicari oleh masyarakat/generasi muda sehingga TNI AU dengan membuka lapangan kerja tersebut untuk umum. Generasi muda sekarang yang suka tantangan dalam hal pekerjaan/profesi, apalagi menjadi seorang penerbang militer merupakan suatu cita-cita yang didambakan.

c. Olah raga Dirgantara. Olah raga dirgantara bagi sebagian besar masyarakat kita adalah hal yang masih langkah. Sebenarnya masyarakat banyak yang tertarik untuk menggeluti olah raga dirgantara dengan jenis dan tantangan yang beraneka ragam. Masalahnya adalah sulitnya masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan ini, ditambah lagi dengan pengaruh lingkungan militer yang bagi sebagian masyarakat menjadi pertembangan tersendiri. Kalau TNI AU bisa lebih berani untuk mempromoskan hal ini lebih luas tidak menutup kemungkinan Ordirga akan menjadi salah satu olah raga yang akan populer dikemudian hari. Hubungannya dengan tugas TNI AU adalah dalam bidang BINPOTDIRGA, dimana melalui kegitan Ordirga kita dapat menarik minat dirgantara masyarakat yang lambat laun dapat kita pupuk untuk dijadikan sebagai kekuatan cadangan dan kekuatan pendukung TNI AU.

d. Kegiatan atau Latihan TNI AU. Kegiatan TNI AU seperti latihan-latihan yang dilaksanakan TNI AU seperti Latihan bersama, latihan operasi udara (Rajawali Perkasa, Jalak Sakti, Angkasa Yudha dan lain-lain), latihan survival yang bekerja sama dengan awak pesawat sipil/komersial merupakan berita menarik dan tentunya banyak masyarakat yang ingin mengetahui tentang kegiatan yang dilakukan TNI AU. Selain itu tentang kegiatan yang berhubungan dan pelayanan kepada masyarakat seperti Karya Bakti TNI AU, AMD, memberi pengobatan gratis pada masyarakat, khitanan masal secara gratis sehingga masyarakat akan lebih mengenal tentang TNI AU.

e. Pameran Kedirgantaraan. Dengan adanya pameran-pameran kedirgantaraan diharapkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu masyarakat, sehingga kegiatan ini sangat bertpotensi untuk dijadikan berita yang menarik.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan agar TNI AU makin populer di tengah-tengah masyarakat adalah dengan sering melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik minat dari masyarakat untuk datang melihat dan ingin lebih mengetahui tentang TNI AU, selain itu Dinas Penerangan TNI AU maupun di Lanud-Lanud perlu lebih aktif mempromosikan kegiatan-kegiatan penting kepada wartawan dn meyakinkan bahwa berita tersebut layak untuk dijual. Bahkan sangat mungkin juga melibatkan wartawan agar di beri kesempatan untuk meliput operasi yang dilaksanakan TNI AU seperti pengamann terhadap pulau-pulau terluar yang ada dan menjadi permasalahan dengan Negara tetangga tentunya dengan hal-hal ini akan merangsang para kuli tinta untuk meliput kegiatan yang diadakan oleh TNI AU dalam mengamankan wilayah-wilayah terluar.




Jakarta, November 2009

Perwira Siswa




Agus Pudjianto, S.Si
Kapten Sus NRP 525869

Rabu, 30 September 2009

Kamis, 17 September 2009

Mudik.....

Sabtu, 2009 September 05

Tips Mudik Lebaran


Tradisi Mudik lebaran memang setiap tahun terjadi di Indonesia, kita melakukan perjalanan jauh dan pastinya melelahkan.
Terus gimana donk biar kita bisa tetap sehat dan selamat dalam melakukan perjalanan itu? Okey, sekarang kita bahas Tips Mudik lebaran, dan semoga bisa membantu anda.

Masa persiapan yang harus kita lakukan adalah:
  1. Persiapkan segala keperluan yang harus dibawa secara rinci, supaya gak jadi pikiran pas dalam perjalanan. Tapi jangan terlalu banyak juga, secukupnya saja, agar perjalanan kamu nyaman!
  2. Usahakan tidur nyenyak minimal 6 jam sebelum berangkat.
  3. Jangan melakukan perjalanan dalam keadaan lapar, sebisa mungkin makan dulu sebelum berangkat.
  4. Jangan memakai baju yang ketat, pakailah baju yang agak longgar.
  5. Sehari sebelum mudik, usahakan mengkonsumsi makanan bergizi, perbanyak unsur Karbohidrat dan Protein yang merupakan sumber tenaga.
  6. Siapkan bekal makanan yang tahan lama, minuman manis yang selalu hangat
  7. Tanggulangi terlebih dahulu penyakit ringan, bawalah obat-obatan seperlunya.
  8. siapkan kendaraan dengan baik

Pada saat Perjalanan
  1. Usahakan jangan merokok, karena dapat menyebabkan kekurangan Oksigen.
  2. Hindari Alkohol untuk mencegah dehidrasi
  3. Perbanyak minum air
  4. Gerakkan otot betis dan kaki secara teratur, kencangkan dan kendurkan, otot-otot pantat dan perut untuk mendorong darah kembali ke jantung
  5. Angkatlah kedua tumit, bola kaki tetap berada di lantai, kemudian kembali ke posisi semula.
  6. Kedua tumit tetap tinggal di lantai, angkat kedua bola kaki, kembalikan ke posisi awal
  7. Luruskan kaki sejauh ruangan yang ada dan memungkinkan.
  8. Kencangkan otot-otot paha bagian depan, tahan selama 2-3 detik, lalu kembali ke posisi awal.
  9. Tekankan kedua otot betis Anda ke tempat duduk bagian depan, kencangkan otot-otot di bagian belakang dari paha, tahan 2-3 detik, kemudian kembali ke posisi awal.
  10. Usahakan pinggang Anda ditekankan dengan kuat pada tempat duduk, tariklah otot-otot perut ke dalam, tahan selama 2-3 detik, kemudian kembali ke posisi awal.
  11. Tekankan otot-otot pantat sekuat yang Anda mampu pada tempat duduk selama 2-3 detik, kemudian kembali ke posisi awal.
  12. Geser berat badan dari kanan ke kiri dari pantat Anda, ayunkan ke belakang dan ke depan selama 5-10 detik.
  13. Gerakkan pinggang ke depan sehingga terjadi lengkungan pada pinggang.
  14. Tekankan pinggang ke tempat duduk dan pinggul didorong ke depan.
  15. Jangan lupa pakai Sabuk pengaman (bila ada)

Untuk pengemudi
1. Jangan paksakan menyetir saat mata terasa lelah
2. Bila merasa capai, cari tempat untuk memarkir kendaraan dan istirahatlah.
3. Usahakan tidur minimal 15 menit.
4. Iringi selama perjalanan dengan musik
5. Banyak minum air putih dan usahakan jangan merokok
6. Jangan menelepon /SMS saat menyetir, karena akan mengganggu konsentrasi kita.

Kalau Mudik bersama bayi
1. Sebelum berangkat, periksakan konsisi bayi Anda ke dokter.
2. Pastikan kondisi bayi Anda siap untuk melakukan perjalanan jauh
3. Mintalah saran dokter, obat apa yang harus dipersiapkan bagi bayi Anda.
4. Selama perjalanan, sebaiknya bayi jangan dipangku terus.
5. Jaga badannya agar tetap kering,

Mudik sehat, Lebaran sehat, kita bisa bergembira berkumpul bersama keluarga menyambut hari yang penuh kemenangan. Semoga Tips Mudik Lebaran ini dapat bermanfaat...